Jumat, 22 November 2013

Makalah Ushul Fiqih

PENDAHULUAN

3.1  Latar Belakang

Kata ushul fiqh dapat dilihat dari dua aspek, yaitu ushul dan fiqh. Kata ushul jamak dari kata ashal, secara etimologi diartiakan sebagai “fondasi”, baik yang bersifat materi ataupun bukan. Adapun menurut istilah ashal mempunyai beberapa arti berikut ini.
1.      Dalil, yakni landasan hukum seperti pernyataan ulama ushul fiqh bahwa ashal dari wajibnya shalat lima waktu adalah firman Allah SWT. Dan sunnah Rasul SAW.
2.      Qa’idah, yaitu dasar atau pondasi sesuai dengan sabda Nabi:
            Artinya : Islam didirikan atas lima ushul
3.      Rajih, yaitu yang terkuat, seperti dalam ungkapan para ushul fiqh
Ibnu Subki mendefinisikan ushul fiqh sebagai himpunan dalil-dalil secara global. Jumhur ulama mendefinisikan ushul fiqh sebagai, himpunan kaidah norma yang berfungsi sebagai alat penggalian syara dari dalil-dalilnya. Ibnu Humam dari kalangan Ulama Hanafiyah mendefinisikan ushul fiqh sebagai pengetahuan tentang kaidah-kaidah dan metode penggalian hukum syara mengenai perbuatan manusia (amaliayah) dari dalil-dalil yang terperinci.
Menurut Imam al-Badawi, ilmu ushul fiqh adalah ilmu pengetahuan tentang dalil fiqh secara global, metode penggunaan dalil tersebut dan keadaan (persyaratan) orang yang menggunakannya. Sementara menurut Taju al-Din as-Subki adalah himpunan dalil fiqh secara global. Menurut Khudairi Beik, yaitu himpunan kaidah norma yang berfungsi sebagai alat penggali syara dari dalil-dalilnya.

3.2  Tujuan Penulisan

1.      Menjelaskan pengertian Al-Qur’an
2.      Menjelaskan kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber hukum
3.      Menjelaskan aspek-aspek hukum yang terdapat di dalam Al-Qur’an

BAB II

PEMBAHASAN

Al-Qur’an

A.    Pengertian Al-Quran


Ditinjau dari segi bahasa (etimologi) kata         terambil dari kata               . Penambahan huruf alif  dan nun  berfungsi untuk menunjukan kesempurnaan. Makna secara bahasa kata           bukan sekedar (           ), tetapi bacaan yang sempurna. Kata “bacaan” ini mengandung arti bahwa al-Qur’an merupakan sesuatu yang selalu dibaca (               ). Hal ini diperkuat oleh ayat al-Qur’an sebagai berikut :  
17. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.18. apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. (QS. Al-Qiyamah/75:17-18)
Secara terminologi ada beberapa definisi al-Qur’an yaitu :
a.       Menurut Abdul Wahab Khallaf, al-Qur’an ialah kalam Allah yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril dengan lafadz berbahasa Arab dengan makna yang benar sebagai hujah bagi Rasul, sebagai pedoman hidup, dianggap ibadah membacanya dan urutannya dimulai dari surat al-Fatihah dan di akhiri oleh surat an-Nas serta dijamin keasliannya.[1]
b.      Menurut Mahmud Syaltu, al-Qur’an ialah lafaz berbahasa Arab yang diturnkan kepada Nabi Muhammad SAW yang dinukil sampai kepada kita secara mutawatir.[2]
c.       Menurut Abu Zahra, al-Qur’an ialah kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW berupa ayat pertama turun, yaitu                            dan ayat yang terakhir turun, yaitu                                         .[3]

Berdasarkan kepada tiga definisi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an adalah: “Lafadz berbahsa Arab yang diturnkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang dinukilkan secara mutawatir, ditulis dalam mushaf dan membacanya dianggap sebagai ibadah.
Al-Qur’an juga disebut sebagai mukjizat. Hal ini, mengandung arti bahwa al-Qur’an memiliki keistimewaan luar biasa yang tidak dapat ditandingi oleh manusia baik yang berhubungan deungan uslub bahasannya, keindahan redaksinya atau jangkauan makna yang dikandungnya. Al-Qur’an juga memiliki keautentukan dan keorisinilan yang terjamin dari mulai ditrunkannya sampai sekarang. Hal ini ditegaskan langsung oleh Allah SWT.
  
9. Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya[793]. (QS.al-Hijr/15:9)

[793] Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya.




B.     Kedudukannya Sebagai Sumber Hukum

Alquran adalah sumber hukum Islam pertama dan utama. Alquran adalah kitab suci yang memuat (firman) Allah, Tuhan Yang Maha Esa, asli seperti yang disamapaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai rasul-Nya sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula- mula di Makkah kemudian di Madinah untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat kelak.
Mengapa kita katakan bahwa Alquraan adalah sumber pertama dan utama, dalam menjalankan segala sesuatu urusan di dunia ini agar terciptanya kehidupan yang sejahtera serta bahagia di akhirat . Mari kita lihat penjelasan di bawah ini agar kita mengerti kedudukan alquraan sebagai sumber hukum.
Sumber hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum islam. Allah telah menetukan sendiri sumber hukum (agama dan ajaran) Islam yang wajib diikuti oleh setiap muslim. Menurut Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 59 :

59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Selain berdasarkan surat An-Nisa dapat juga dilihat lebih terperinci pada percakapn Nabi Muhammad dengan sahabat Beliau Mu’az bin Jabal yang di dalam kepustakaan terkenal dengan hadits Mu’az yaitu :
oleh Tirmidzi dalam Sunan-nya nomor 1327 dan 1328 dengan lafadh :
Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam mengutus Mu’adz ke Yaman. Maka beliau bersabda : “Bagaimana engkau menghukum (sesuatu) ?”. Mu’adz menjawab : “Saya akan menghukum dengan apa-apa yang terdapat dalam Kitabullah”. Beliau bersabda : “Apabila tidak terdapat dalam Kitabullah ?”. Mu’adz menjawab : “Maka (saya akan menghukum) dengan Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam”. Beliau bersabda kembali : “Apabila tidak terdapat dalam Sunnah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam ?”. Mu’adz menjawab : “Saya akan berijtihad dengan pikiran saya….
Dari hadis Mu’az bin jabal di atas, daptlah disimpulkan bahwa (a) sumber hukum islam ada tiga, yaitu (1) Al-Qur’an (2) As-Sunnah, dan (3) akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber hukum Islam itu merupakan satu rangkaian kesatuan, dengan urutan keutamaan seperti tercantum dalam kalimat tersebut di atas. Tidak boleh dibalik. Jika kita lihat lebih baik maka kita dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu Al-Qur’an bukanlah kitab hukum yang memuat kaidah-kaidah hukum secara lengkap tereperinci. Pada umumnya hanya memuat kaidah-kaidah hukum fundamental yang harus dikaji dan dikembangkan oleh pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk diterapkan dalam masyarakat.
Muhammad Idris As-Syafi’i (767-820 M) yang terkenal dengan panggilan kehormatan Imam Sayfi’i menyusun teori sumber-sumber hukum Islam dalam buku yang bernama kitab al-Risala fi usul al Fiqh. Menurutnya sumber hukum Islam ada empat yaitu (1) Al-Qur’an (2) As-Sunnah atau Al-Hadits, (3) Al-Ijma dan (4) Al-Qiyas. Pendapat As-Syfi’i ini disandarkan pada Al-Qur’an surat An-Nisa (4) ayat 59.
Semua penjelasan di atas mengatakan bahwa, Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama di antara sumber hukum yang lainnya karena Allah SWT menurunkan Al-Qur’an ke bumi ini mempunyai fungsi yaitu :
a)      Sebagai Huda (           ) artinya petunjuk bagi kehidupan umat sebagaimana di jelaskan dalam al-Qur’an:

2. Kitab[11] (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa[12], (Qs.al-Baqarah/2:2)

[11] Tuhan menamakan Al Quran dengan Al kitab yang di sini berarti yang ditulis, sebagai isyarat bahwa Al Quran diperintahkan untuk ditulis.
[12] Takwa Yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-perintah-Nya; dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja.

b)      Sebagai Furqan (         ), artinya pembeda antara yang baik dan yang buruk, yang halal dengan yang haram dan yang salah dengan yang benar, yang indah dengan yang jelek serta yang boleh dilakukan dan yang terlarang untuk dilakukan, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an suart al-Baqarh/2 ayat 185:

185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

c)      Sebagai Mauizhah (                 ), artinya pengajaran yang akan mebimbing manusia dalam kehidupannya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Terdapat dalam al-Qur’an surat Yunus/10 ayat 57:
    
57. Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.

Maka, sudah sangat jelas bahwa kedudukan Al-Quran dalam sumber hukum Islam adalah yang pertama dan yang paling utama.




C.    Aspek – aspek Hukum yang Terdapat di Dalam Al-Qur’an

Ada tiga aspek hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an, yaitu :
1.      Hukum i’tiqadiah yaitu yang bersangkutan apa-apa yang diwajibkan kepada mukallaf[4] tentang i’tiqadnya kepada Allah,Malaikatnya, Kitab-kitabnya, Rasul-rasulnya dan hari akhirat.
2.      Hukum Khulqiah, yaitu yang bersangkut dengan apa yang diwajibkan kepada mukallaf, akan meningkatkan moral, budi pekerti,adab sopan santun, dan menjauhkan diri dari sikap yang tercela.
3.      Hukum amaliah yaitu yang bersangkutan dengan apa yang bersumber dari perkataan, perbuatan, perjanjian dan segala macam tindakan. Macam yang ketiga ini, fik-hul Qur’an yaitu maksud menyampaikan kepadanya itu ialah dengan ilmu ushul fiqih.
Hukum amaliah itu dalam Al-Qur’an, mengatur dua macam hal. Pertama, hukum ibadat, sembahyang, puasa, zakat, haji, nazar, sumpah, dan lain-lain ibadat yang bertujuan mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya. Kedua, hukum mu’amalat, tentang perjanjia, segala macam tindakan, hukuman kejahatan dan lain-lain. Yaitu selain yang termasuk ibadat. Bertujuan mengatur hubungan mukallaf, antara satu sama lain. Sama saja, apakah yang mereka itu pribadi, atau masyarakat, atau bangsa-bangsa. Hukum yang dikembalikan kepada ibadat, dinamakan dalam istilah syar’i, hukum mu’amalat. Adapun dalam istilah sekarang, hukum mu’amalah itu bermacam-macam, menurut apa yang bersangkutan dengannya, dan apa yang dituju dengannya terhadap bermacam-macam hal.
Pertama, hukum awatul syahsyiah, yaitu yang bersangkutan dengan keluarga. Yang dimaksud ialah mengatur hubungan suami isteri dan karib krabat. Dalilnya dalam Al-Qur’an, ada kira-kira tujuh puluh ayat
Kedua, hukum mahduniah, yaitu yang bersangkutan dengan mu’amalah pribadi, tukar-menukar dalam jual-beli, upah-mengupah, rungguan, jaminan, perkonsian. Bertujuan mengatur hubungan pribadi yang bersangkutan dengan harta benda.
Ketiga, hukum jina-iah, yaitu yang bersangkutan dengan apa yang bersumber dari mukallaf tentang kejahatan, dan apa yang sepatutnya menerima sanksi hukuman. Tujuannya ialah memelihara kehidupan orang, hartanya, nama baiknya dan hak-haknya. Begitu juga membatasi hubungan harta yang diambil dengan orang yang melakukan kejahatn dan masyarakat luas. Dalilnya dalam Al-Qur’an ada kira-kira tiga puluh ayat.
Keempat, hukum murafi’at, yaitu yang bersangkuatn dengan hukum, saksi dan sumpah. Tujuannya ialah mengatur keberanian untuk mewujudkan keadilan di antara orang banyak. Dalilnya dalam Al-Qur’an ada kira-kira tiga belas ayat.
Kelima, hukum dusturiah, yaitu yang bersangkut dengan peraturan hukum dan asal-usulnya. Tujuannya ialah untuk membatasi hubungan pemerintah dengan warga negara. Menetapkan hak-hak pribadi dan masyarkat. Dalilnya dalam AL-Qur’an ada kira-kira sepuluh buah.
Keenam, hukum dauliyah, yaitu yang bersangkutan dengan pergaulan negara Islam dengan yang bukan Islam. Dan pergaulan orang yang bukan muslim di dalam negara Islam. Tujuannya yaitu membatasi hubungan negara Islam dengan negara-negara lain diwaktu damai dan waktu perang. Membatasi hubungan Muslim dengan yang bukan Muslim dalam negara Islam. Dalillnya dalam AL-Qur’an ada kira-kira dua puluh lima ayat.
Tujuh, hukum iqtishadiah, wal maliah, yaitu yang bersangkutan dengan hak orang meminta dan yang diharamkan dalam hal harta kekayaan. Mengatur pemasukan dan pengeluaran. Tujuannya ialah mengatur yang menyangkut harta antara orang kaya dan orang miskin. Antara negara dan perorangan Dalillnya dalam Al-Qur’an ada kira-kira sepuluh ayat.
Dari ayat-ayat yang menetapkan hukum dala Al-Qur’an, maka jelaslah bahwa hukum-hukumnya itu terperinci dalam masalah ibadah. Setelah itu menyusul perihal perorangan dan waris mewaris. Kebanyakan hukum-hukum semacam ini ta’budi (sudah ditetapkan oleh Tuhan). Bukan bergerak dlama lapangan akal. Dan tidak berkembang dalam segala bentuk perkembangan.
Adapun selain dari ibadat,ada pula hukum-hukum yang mengatur hal-ikhwal perorangan yaitu maduniah,jina-iah,dusturiah,dauliah dan iqtishadiah. Dalam hal ini hukum itu merupakan undang – undang umum dan prinsip asasi. Tidak dikemukakan untuk diuraikan panjang lebar secara terperinci, kecuali jarang terjadi. Karena hukum ini bekembang dengan perkembangan keadaan dan kemaslahatan. Untuk ini cukuplah Al-Qur’an yang menjadi undang-undang umum dan prinsip asasi, agar supaya dapat dipergunakan pada setiap masa. Pada waktu lapang ada orang yang memisah undang-undang itu dengan memperhitungkan ada kemaslahatannya dalam batas-batas asas Al-Qur’an. Dalam hal ini tidak boleh bertabrakan dengan hukum juz-i.





BAB III

3.1  Kesimpulan

Dalam ushul fiqh, kita telah mengetahui bahwa Al-Qur’an adalah sumber hukum yang paling pertama dan utama. Dalam menyelesaikan segala permasalahan yang dialami umat Islam agar memperoleh kesejahteraan dunia akhirat, maka dari itu dalam setiap mengatsi persoaalan kita harus merujuk kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah. Al-Qur’an di turunkan ke bumi agar menjadi petunjuk bagi setiap umat Islam, maka dari itu kita sebagai umat Islam wajib menjalankan apa yang diperintahkan di dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah serta menjauhi segala apapun yang dilarang didalam Al-Qur’an dan as-Sunnah. Dapatlah kita ketahui bahwa konsep “hukum” dalam Alquran, jauh lebih luas dari konsep hukum barat. Sebab,selain kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antar manusia lain dalam masyarakat (syariah), meliputi juga hukum yang berkenaan dengan keyakinan dari sikap manusia terhadap lingkungnnya yang biasa disebut dengan akidah, akhlak atau moral. Karena al-Qur’an sebagai sumber hukum yang menyakut pada semua aspek kehidupan maka kita harus menanamkan nilai hukum di dalam Al-Qur’am pada kehidupan kita.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Shidiq, Sapirudin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana,2011)
2.      Syekh Abdul Wahabkhallaf, Ilmu Usul Fikh, (Jakarta: Rineka Cipta,2005)
3.      Anwar,Syahrul, Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (Bogor: Ghalia Indonesia,2010)
4.      Mohammad Daus Ali, Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo,2012)









[1] Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih,  (Mesir: Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah,tt),hlm 23
[2] Mahmud Syaltu, al-Islamu Aqidatun wa Syariatun, (Daar al-Qalam, 1966), Cet ke-3,hlm. 480
[3] Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqih, (Damaskus: Daar al-Fikr, tt), hlm.76
[4] Mukallaf adalah muslim yang dikenai kewajiban atau perintah dan menjauhi larangan agama (pribadi muslim yang sudah dapat dikenai hukum). Seseorang berstatus mukallaf bila ia telah dewasa dan tidak mengalami gangguan jiwa maupun akal.

0 komentar:

Posting Komentar